Panas matahari
membangunkannya. Membuatnya kegerahan dengan sinarnya yang menerobos masuk
jendela kamarnya. Sakura, gadis itu punya rutinitas khusus setiap jam 1 siang.
Dia sudah kecanduan tidur siang. Tidak begitu lama, hanya satu jam setengah ia
tidur. Tapi hari ini matahari terik sekali, sampai-sampai dia kepanasan. Hingga
dia bangun sebelum waktunya.
Sakura terlihat
malas sekali. Dia mengucek-ngucek matanya. Menguap. Dia mulai bangun dan menuju
kamar mandi. Cuci muka.
Dia memeriksa
hp-nya, kalau-kalau ada pesan masuk.
“tidak ada.”
Ucapnya lirih.
Di usianya yang
ke-17 harusnya dia dalam masa cantik-cantiknya. Gadis-gadis pada umumnya sudah
mulai mengenal cinta dan sedang bahagia-bahagianya oleh cinta. Salah satu
tandanya, hp mereka ramai dengan sms juga telepon dari someone special mereka. Tapi Sakura tidak. Dia masih manja kepada
mamahnya. Tepatnya dia menutupi kesepian sudut hatinya dengan manja itu.
Sebenarnya
Sakura sudah disapa oleh yang namanya cinta. Tapi tidak semua cinta membawa
bahagia. Orang itu hanya ada dalam mimpinya.
“hanya di dalam mimpi hal yang tidak mungkin
menjadi mungkin. Karena itu kamu hanya ada dalam mimpiku.”gumamnya dalam
hati.
…………..
“aku
menyukaimu, aku mau kau menyukaiku juga!” ucap Sakura mantap. Entah apa yang
mampu membuatnya nekad seperti itu.
“seandainya
saja garis darah kita tidak sama.”
Jawabnya.
“tidak
bisakah?”
“aku juga
menyukaimu, tapi….”
“tapi apa?”
“ini tidak
mungkin.”
“…..” Sakura
diam.
“kita tidak
mungkin bersama.” Jelas orang itu dan kemudian dia melangkah pergi.
…………….
Sejenak Sakura
teringat saat itu. Kejadian di saat dia masih smp. Sejak pengakuan itu,
hubungan mereka yang hangat menjadi dingin. Awalnya mereka berteman baik. Orang
itu terlihat sangat mengagumkan bagi Sakura. Sikapnya, wajahnya, suaranya,
semuanya. Sakura menyukai semua yang ada pada orang itu. Dan setelah lulus
mereka sekolah di tempat berbeda. Mereka terpisah jauh. Sakura hanya pulang
sebulan sekali, orang itu juga. Dan bila ada kesempatan bertemu pun orang itu
langsung menghindar.
……………
Sakura membuka
pintu depan rumahnya. Semilir angin mengusap kulitnya. Sakura keluar dan
memandang langit biru dengan sedikit awan putih.
“cerah sekali.”
Ucapnya.
Dia memeriksa
jemurannya dan memilih yang sudah kering. Sakura mendengar suara sepeda motor
melintasi jalan depan rumahnya.
“hai, sakura.”
Sapa orang itu ramah. Kemudian berlalu.
Sakura
terbengong-bengong. Dia tak percaya orang yang barusan lewat itu adalah orang
itu.
“kenapa tiba-tiba jadi begini? Biasanya
dingin sekali.” Sakura bertanya-tanya dalam hatinya.
“bertemu pun seperti tak mau.”
Tambahnya.
Setelah selesai
dengan jemurannya, Sakura memeriksa hp-nya lagi. Satu pesan masuk, nomor baru.
“Sakura, bagimana kabarmu sekarang? Maaf
atas sikapku selama ini. Kamu pasti merasa tak enak, begitu juga aku. Aku ingin
memperbaiki hubungan kita. Aku ingin memulai lagi persahabatan kita.
Sasuke.”
“rupanya dia juga sedang berada di sini. Aku
tak menyangka.”batin Sakura.
Sepertinya,
mereka berdua minggu ini pulang. Sakura dan Sasuke pulang pada minggu yang
sama.
“Baiklah.”
Hanya seperti
itu Sakura membalas pesan dari Sasuke. Ia tak tahu harus menulis apa lagi.
Baginya ini terlalu mendadak.
Hp-nya bergetar
lagi. Pesan dari Sasuke.
“Aku ingin bicara denganmu. Di
markas kita. Jam 4.”
“Markas itu, …..” pikir Sakura.
Mereka memang
punya markas. Tempat mereka belajar bersama, dulu. Markas itu adalah sebuah
gubuk di tengah sawah. Tempat itu cukup nyaman untuk belajar dengan hembusan
angin yang sejuk. Kipas angin alami, mereka menyebutnya sepeti itu. Bukan hanya
mereka berdua saja yang belajar bersama disana, masih ada dua orang lagi.
“jam berapa sekarang?” Sakura bertanya
pada dirinya sendiri.
Ternyata sudah
jam tiga. Gadis itu menjadi panik. Satu jam lagi dia akan menemui Sasuke.
Tentunya dia ingin berpenampilan baik. Dia segera mandi, kemudian memilah
pakaian yang dianggap cocok. Dalam benaknya dia ingin terlihat natural tapi
istimewa.
Akhirnya
selesai juga. Dia memilih mengenakan baju hijau kesayangannya. Dia terlihat
manis dengan rambut yang terurai panjang dan dipakaii bando. Sekarang sakura
siap untuk menemui Sasuke.
“mah, aku mau
ke sawah.” Kata Sakura.
“mau apa ke
sawah? Tumben?” Tanya mamah.
“main.”
Jawabnya singkat.
Langkahnya seperti
tak ada keraguan. Hatinya bahagia. Dia akan bertemu orang yang selama ini hanya
ada dalam mimpinya.
“aku akan bicara langsung dengannya.” Pikirnya.
Senyum
mengembang di wajahnya. Dia merasa jantungnya berdetak tidak normal. Lama
Sakura tak merasa deg-degan seperti ini. Ketika sampai di tepi sawah, terlihat
markasnya di tengah sawah. Orang itu belum datang.
“bagaimana bisa, dia yang membuat janji
malah belum datang? Mungkin dia sedikit telat.”
Sakura
melanjutkan langkahnya menuju gubuk itu. Ia menyusuri jalan yang disebut galengan dengan hati-hati. Tiba disana
ia duduk dan menunggu. Ia memandangi sawah disekelilingnya. Hijau, daun padinya
bergoyang-goyang ditiup angin. Rambut sakura yang terurai pun indah ditiup
angin.
Tak terasa
cukup lama ia menunggu. Orang yang ia tunggu tak juga datang. Sampai langit
mulai berwarna jingga. Matahari seperti mulai tenggelam ke dalam sawah. Orang
itu belum juga datang.
“benarkah dia
tak datang? Jahat sekali. Dia bilang ingin bicara, denganku, disini. Tapi, ….”
Sakura bicara sendiri.
“Sakura, ya
ampun. Bodoh sekali kamu. Mana mungkin dia berani menemuimu.” Tambahnya.
“sudahlah, aku
pulang saja.”
Ketika hendak
melangkahkan kaki untuk pulang, Sakura melihat orang yang ia tunggu berlari
menyusuri petak-petak sawah. Orang itu berlari menghampirinya. Sakura menghela
napas dan kembali duduk. Orang itu pun sampai di hadapan Sakura.
“ma-maafkan
aku, Sakura.” Kata Sasuke dengan sedikit ngos-ngosan.
“…..” Sakura
hanya diam.
“jangan marah
dong! Maaf, aku telat. Aku harus mengantar Ibuku ke dokter. Maagnya kambuh.”
Sasuke mencoba untuk menjelaskan.
“jelas telatlah….” Batin Sakura. “lalu
sekarang bagaimana keadaan Ibumu?”
“sekarang sudah
lebih baik, Ibu harus istirahat untuk beberapa hari.”
Sakura
mengangguk-angguk. Ia terlihat imut, Sasuke pun mengusap-usap rambut Sakura
seperti anak kecil. Sasuke tersenyum.
“aku harap
hatimu juga aku siap dengan semua ini.” Sasuke memulai.
“ya, aku harap.”
“karena garis
darah, kita tak mungkin bersama dengan ikatan seperti itu. Tapi kita masih bisa
berteman baik. Aku menjadi kakakmu dan kamu menjadi adikku.”
Mereka terdiam
sejenak. Mata mereka saling menatap. Tak terasa mata Sakura juga mulai
berbicara. Air matanya jatuh. Sakura menangis.
“meski tak
semudah bila diucapkan. Coba jalani saja.”
“baik, akan aku
coba.” Jawab Sakura. Ia menghapus air matanya sendiri.
“mana
kelingkingmu?”
Merekapun
menyilangkan kelingking.
“sudah sore.
Ayo kita pulang!” ajak Sasuke.
Mereka pulang
bersama melewati setiap petak sawah. Sakura memandang punggung orang itu. Ia berjalan
di belakangnya. Matahari tersenyum simpul meski seperti hendak tenggelam ke
sawah. Suara kodok bersahut-sahutan mengiringi langkah mereka pulang.