Berakhir atau
belum aku tak tahu. Kisahku, karena aku juga tak tahu apakah kamu masih mau
terlibat di dalamnya. Sampai detik ini aku masih menyangkal bahwa kisah ini
terlarang. Aku belum bisa menerima kenyataan pahit ini. Sakit rasanya. Harusnya
aku sudah terbiasa. Tapi mengapa? Mengapa masih saja terasa sakit?
Sebenarnya, aku
bisa dibilang cukup beruntung. Hahaha, beruntung apanya? Ya, jika saja kamu
bersikap sama sepertiku yang terus menyangkal kenyataan ini. Pasti akan lebih sulit.
Namun, masalahnya ada pada diriku saja yang tak mau menerima. Aku mencoba
menerima, aku sakit. Aku merasa tidak terima, aku sakit. Aku diam pun, aku
tetap sakit.
Beberapa waktu
lalu, aku merasa dekat sekali denganmu. Aku bisa mendengar suaramu. Bahagianya.
Dan sekarang jalan menujumu buntu kembali, semuanya. Aku hanya bisa mendengar
kabarmu dari orang lain. Sakit. Karena ada yang lebih tahu tentang dirimu
daripada aku. Kenapa kau tak mau bercerita langsung padaku? Kenapa bukan aku
yang kau ajak bercerita? Aku marah. Tapi bagaimana aku marah?
Jika kau
membuang kartu itu atau bahkan mematahkannya. Tega sekali kamu! Jika kau tak
ingin mempertahankan kartu itu, berati aku tak berarti. Jelas. So’ berarti berarti banget aku buat
kamu. Sedihnya. Sesedih apapun aku, sesakit apapun aku, kamu gak peduli.
“Biarkan saja
mengalir seperti air”. Namun, bukankah hanya ikan mati saja yang hanyut
mengikuti aliran air. Ada air terjun pun ikan mati tetap ikut terjun. Sedangkan
ikan hidup, akan melawan arus. Terus aku harus menjadi ikan mati yang menerima
saja kemana arus akan mengalir bahkan ke air terjum sekalipun hah?
Aku ingin
berakhir bahagia, bersamamu ataupun tidak. Tapi bagaimana bisa? Benarkah ini
jalan yang terbaik? Jika keputusanmu bulat, maka lihatlah keputusanku yang ku
buat segitiga. Aku tak mau memaksamu lagi untuk mengikuti keputusanku. Walau
sebenarnya aku sangat ingin memaksamu. Terserah. Sudah cukup.
Aku benar-benar
bertekad. Tapi tidak kali ini saja aku pernah bertekad seperti ini. Tak pernah
bertahan lama, dan akhirnya aku kembali lagi. Aku tak tahu, tekadku yang
sekarang akan bertahan lama atau tidak.
Mungkin bagimu,
aku adalah orang terbodoh. Aku rela seperti ini lama sekali. Tapi kamu juga
harus tahu, kalau orang terbodoh ini sangat menyukaimu. Tak ada manusia lain
yang menyukaimu seperti aku. Aku berharap kelak kamu akan menyesal. Karena kamu
tak mau mencoba bertahan denganku. Ingat itu!!
Kamu sudah
mengambil separuh hatiku. Ingin aku berikan separuhnya lagi untukmu. Agar aku
tak merasakan lagi menyukaimu, aku tak punya hati. Dan kelak aku akan menemukan
seseorang yang rela memberikan seluruh hatinya untukku. Agar aku menyukainya.
Kemudian aku dan dia akan saling menyukai dan memahami. Walaupun dengan satu
hati. Hati itu akan menjadi milik kami.
Setidaknya jika
memang tidak bisa mersama, berpisahlah baik-baik denganku. Tidak dengan seperti
ini. Rasanya seperti diberi harapan kosong. Jahat sekali. Ingin sekali aku
ngomel panjang lebar di hadapanmu. Tapi bagaimana bisa? Aku hanya bisa
menulisnya disini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar