Minggu, 10 Agustus 2014

Apa yang Ingin Aku Ceritakan 2

Berakhir atau belum aku tak tahu. Kisahku, karena aku juga tak tahu apakah kamu masih mau terlibat di dalamnya. Sampai detik ini aku masih menyangkal bahwa kisah ini terlarang. Aku belum bisa menerima kenyataan pahit ini. Sakit rasanya. Harusnya aku sudah terbiasa. Tapi mengapa? Mengapa masih saja terasa sakit?
Sebenarnya, aku bisa dibilang cukup beruntung. Hahaha, beruntung apanya? Ya, jika saja kamu bersikap sama sepertiku yang terus menyangkal kenyataan ini. Pasti akan lebih sulit. Namun, masalahnya ada pada diriku saja yang tak mau menerima. Aku mencoba menerima, aku sakit. Aku merasa tidak terima, aku sakit. Aku diam pun, aku tetap sakit.
Beberapa waktu lalu, aku merasa dekat sekali denganmu. Aku bisa mendengar suaramu. Bahagianya. Dan sekarang jalan menujumu buntu kembali, semuanya. Aku hanya bisa mendengar kabarmu dari orang lain. Sakit. Karena ada yang lebih tahu tentang dirimu daripada aku. Kenapa kau tak mau bercerita langsung padaku? Kenapa bukan aku yang kau ajak bercerita? Aku marah. Tapi bagaimana aku marah?
Jika kau membuang kartu itu atau bahkan mematahkannya. Tega sekali kamu! Jika kau tak ingin mempertahankan kartu itu, berati aku tak berarti. Jelas. So’ berarti berarti banget aku buat kamu. Sedihnya. Sesedih apapun aku, sesakit apapun aku, kamu gak peduli.
“Biarkan saja mengalir seperti air”. Namun, bukankah hanya ikan mati saja yang hanyut mengikuti aliran air. Ada air terjun pun ikan mati tetap ikut terjun. Sedangkan ikan hidup, akan melawan arus. Terus aku harus menjadi ikan mati yang menerima saja kemana arus akan mengalir bahkan ke air terjum sekalipun hah?
Aku ingin berakhir bahagia, bersamamu ataupun tidak. Tapi bagaimana bisa? Benarkah ini jalan yang terbaik? Jika keputusanmu bulat, maka lihatlah keputusanku yang ku buat segitiga. Aku tak mau memaksamu lagi untuk mengikuti keputusanku. Walau sebenarnya aku sangat ingin memaksamu. Terserah. Sudah cukup.
Aku benar-benar bertekad. Tapi tidak kali ini saja aku pernah bertekad seperti ini. Tak pernah bertahan lama, dan akhirnya aku kembali lagi. Aku tak tahu, tekadku yang sekarang akan bertahan lama atau tidak.
Mungkin bagimu, aku adalah orang terbodoh. Aku rela seperti ini lama sekali. Tapi kamu juga harus tahu, kalau orang terbodoh ini sangat menyukaimu. Tak ada manusia lain yang menyukaimu seperti aku. Aku berharap kelak kamu akan menyesal. Karena kamu tak mau mencoba bertahan denganku. Ingat itu!!
Kamu sudah mengambil separuh hatiku. Ingin aku berikan separuhnya lagi untukmu. Agar aku tak merasakan lagi menyukaimu, aku tak punya hati. Dan kelak aku akan menemukan seseorang yang rela memberikan seluruh hatinya untukku. Agar aku menyukainya. Kemudian aku dan dia akan saling menyukai dan memahami. Walaupun dengan satu hati. Hati itu akan menjadi milik kami.

Setidaknya jika memang tidak bisa mersama, berpisahlah baik-baik denganku. Tidak dengan seperti ini. Rasanya seperti diberi harapan kosong. Jahat sekali. Ingin sekali aku ngomel panjang lebar di hadapanmu. Tapi bagaimana bisa? Aku hanya bisa menulisnya disini. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar