Rabu, 16 Juli 2014

Layang-layang merah

Sebenarnya cerpen ini aku buat hampir setahun yang lalu. Tentunya aku buat untuk sasukeku tersayang. Cerpen ini adalah hadiah ulang tahun untuknya. Aku sangat menyukainya, sangat sangat sangat sangaaaat menyukainya. Bacalah dan hayati setiap katanya!!!!

Selalu menyempatkan waktu datang ke tempat itu. Tempat padi yang berkecambah hingga layak untuk dipanen.
“ ma… aku pergi ke sawah.” Ujar Melody dengan ceria.
Tempat yang penuh lumpur itu adalah tempat yang telah dibasahi keringat orang tuanya selama bertahun-tahun. Semenjak menginjak jenjang SMA, perilakunya semakin manja. Tak heran bila sekolahnya berada di tempat yang jauh dan membuatnya jarang pulang.
Sawah, tempat yang memiliki sejarah yang indah. Bukankah kau akan mengingatnya jika kau menganggapnya berarti? Karenanya hal kecil menjadi besar.
Berdiri di sana lagi, di bawah pohon kelapa. Melody mencoba mengulang kejadian itu lagi. Menatap langit, merasakan angin yang menerpa tubuhnya, berharap harapan yang menjulang setinggi gunung terbawa terbang. Tentu akan membuat perasaannya ringan. Tapi tak pernah terjadi.
            “sebenarnya aku tahu, aku mengerti, layang-layang merah benangnya telah putus dan tebawa angin ke seberang sana. Tak akan kembali………..” ucapnya lirih pada angin, angin yang membawanya pergi menjauh darinya. Sebenarnya dalam hatinya menangis, sedangkan gadis itu berdiri terpaku di tepi sawah.
            Sampai merasa puas menerbangkan angan-angannya ke langit demi menyusul sang layang-layang merah, melody beranjak pergi dengan kaki yang terasa berat. Pulang ke rumah, tempat yang hangat yang melindunginya dari dingin yang disebabkan oleh angin dan sikap mereka yang bisa disebut orang yang so’ tau dan selalu bersikap dingin. Hingga membekukan hatinya. Namun melody masih sanggup bertahan hidup dengan kehangatan kasih sayang orang-orang di rumah tercinta.

……………

Kurang dari 24 jam Melody berada di sarangnya, sungguh waktu yang sangat cepat berlalu seperti suara lirih yang ditelan angin. Melody berangkat kembali ke tempat menimba ilmu, di kota yang dipenuhi orang-orang dengan topeng yang sangat telihat menyebalkan. Ia menyebutnya dunia nyata. Tapi semangatnya harus mengalahkan keengganannya menghadapi manusia-manusia itu. Ia hanya tak ingin mengecewakan orang yang sangat disayangi, orangtuanya. Begitulah alasannya setiapkali asa dalam hatinya mulai tumbang.
“Sudah waktunya, sebentar lagi.” Lirih melody berucap. “bahkan batang hidungnya tak terlihat sampai sekarang. Sejauh itukah angin membawanya pergi?” lanjutnya.
Melody berangkat diantar Mamah dan Bapaknya hingga ke tepi jalan. Angkot berwarna kuning, angkutan perbatasan, begitulah yang tertulis di kanan-kiri tubuh mobil tua itu, membawanya pergi menjauh. Jauh ke kota yang mayoritas berisi orang-orang sibuk dengan dunianya sendiri, tak peduli, tak pernah bertegur sapa.

………………

Jalanan yang jelek sedang ditapaki sang angkot, cocok sekali dengan penampilan berkarat, berdebu, menggambarkan keprihatinan diantara angkot usang dan jalan yang jelek. Melody terbawa alunan jeleknya jalanan, kemudian ia tersadar bahwa ia tengah disapa sawah yang berbaris rapi di sepanjang jalan. Layang-layang merah tetap melayang-layang di kepalanya, sebenarnya dalam kenyataan telah diterbangkan angin entah kemana. Akan kah angin berbaik hati bertiup dengan berbalik arah untuk mengembalikan hal yang pernah menjadi miliknya? Lalu bagaimana keandaan layang-layang merah selama ini? Apakah terjatuh di kali, lalu hanyut dan tenggelam? Ataukah tersangkut di pohon yang tinggi hingga membuatnya tercabik-cabik rantingnya? Apa mungkin ia bersama orang lain yang menganggapnya berarti? Menyayanginya?
“Aku berharap, aku berharap, angin akan mengembalikannya walaupun aku tahu anginlah yang membawanya pergi….” Gumamnya dalam hati.

……………….

“Inilah keinginan terdalam, yang paling ku ingini. Aku ingin bersamamu layang-layang merahku. Dulu kamu membuat hari-hariku merona. Berkata apa yang kamu rasakan sama denganku. Tapi megapa? Mengapa? Mengapa kau tak turut membawa warna merona yang kau goreskan di hati? Kau hanya pergi sendiri, membiarkan aku dengan warna merona yang menimbulkan unek-unek yang setiap detik bertambah banyak.”  Begitulah isi lamunan melody hari ini. Walaupun penumpang angkot hampir penuh, mereka tak berucap dan mungkin terbawa lamunan masing-masing.

……………….

Melody berhasil merahasiakannya, melipatnya dengan sangat rapi dan menyimpanya dalam-dalam. Orangtuanya tak tahu. Gadis kecil mereka sudah merasakannya, cinta. Tapi, bukankah cinta harusnya membawa bahagia?

………………

Di sawah, hari bersama dengannya. Orang spesial dalam hati Melody adalah orang yang menerbangkan layang-layang merah bersamanya. Hanya dia, dia yang selalu hadir dalam angan dan tak nyata dalam kenyataan. Setiap melody berusaha mengejarnya, ia pergi dengan angin ke atas sana, ke tepian langit dan menghilang.
Dia, namanya menimbulkan pobia yang sangat parah bagi Melody. Kerena hanya mendengarnya jangtungnya jadi salah tingkah, dum-dum-dum begitu detaknya dengan tidak normal.
Melody yang sedang bediri menanti layang-layang merah tersentak terkejut.
“aku mengenalnya, jemarinya yang menutup kelopak mataku. Benarkah?” hati melody berbisik.
Melody segera meraih jemarinya, membuka mata, dan berbalik.
“benar…..” refleks berperan menggerakan tangan Melody untuk memeluknya.
Laki-laki itu hanya tersenyum, senyum paling manis bagi Melody.
“aku menyayangimu…. harusnya benang diantara kita adalah benang terbaik di dunia.” Katanya kemudian.
“kenapa?”
“agar angin tak mampu memutuskannya,”
“karena aku masih ingin dilambungkan dengan cintamu, bersamamu….”
Tangannya membelai rambut Melody yang terurai panjang.
“jangan pergi lagi…..” ternyata mata Melody mulai berbicara, air mata membanjiri kebahagiaan yang ia rasakan sekarang.
“tak akan,” jawabnya.
Terbangun, hal yang disesalkan Melody karena ia baru saja menyadari, itu semua hanya mimpi. Rasa sebal tiba-tiba menggumpal, hatinya seakan menyalahkan jalan berlubang yang membuatnya terjedak jendela yang menjadi sandarannya. Ternyata melody ketiduran, selembut itukah alunan yang ditumbulkan jalan butut.
Orang itu hanya ada  dalam mimpinya, dalam kenyataan ia tak pernah hadir. Hanyalah bayangan abstrak yang selalu mengikuti kemanapun Melody pergi.

…………….

Kenapa?
Kenapa sesuatu yang dinamakan cinta hadir di antara kita?
Jika ada benteng nan tinggi menjulang,
Jurang yang dalam, samudera yang luas,
Atau kita berada di ujung dunia yang berbeda?
Bukankah tak akan sampai jika kita melakukan hal yang sama
Diam.
Sekarang tak ada kata
Tak ada cerita
Tapi berat sekali mengapus warna merona itu
Sampai sekarang sampai warna mulai memudar
Jejakmu masih tertera.
Seberapa bahayanya jika kita bersama?
Seburuk itukah akibatnya?
Tak pernah habis
Terus bermunculan pertanyaan, aneh
Hanya karena satu sebab
Aku mencintaimu.

………………………

Tidak ada komentar:

Posting Komentar