Selalu menyempatkan
waktu datang ke tempat itu. Tempat padi yang berkecambah hingga layak untuk
dipanen.
“ ma… aku pergi ke
sawah.” Ujar Melody dengan ceria.
Tempat yang penuh
lumpur itu adalah tempat yang telah dibasahi keringat orang tuanya selama
bertahun-tahun. Semenjak menginjak jenjang SMA, perilakunya semakin manja. Tak
heran bila sekolahnya berada di tempat yang jauh dan membuatnya jarang pulang.
Sawah, tempat yang
memiliki sejarah yang indah. Bukankah kau akan mengingatnya jika kau
menganggapnya berarti? Karenanya hal kecil menjadi besar.
Berdiri di sana lagi,
di bawah pohon kelapa. Melody mencoba mengulang kejadian itu lagi. Menatap
langit, merasakan angin yang menerpa tubuhnya, berharap harapan yang menjulang
setinggi gunung terbawa terbang. Tentu akan membuat perasaannya ringan. Tapi
tak pernah terjadi.
“sebenarnya
aku tahu, aku mengerti, layang-layang merah benangnya telah putus dan tebawa
angin ke seberang sana. Tak akan kembali………..” ucapnya lirih pada angin, angin
yang membawanya pergi menjauh darinya. Sebenarnya dalam hatinya menangis,
sedangkan gadis itu berdiri terpaku di tepi sawah.
Sampai
merasa puas menerbangkan angan-angannya ke langit demi menyusul sang
layang-layang merah, melody beranjak pergi dengan kaki yang terasa berat.
Pulang ke rumah, tempat yang hangat yang melindunginya dari dingin yang
disebabkan oleh angin dan sikap mereka yang bisa disebut orang yang so’ tau dan selalu bersikap dingin.
Hingga membekukan hatinya. Namun melody masih sanggup bertahan hidup dengan
kehangatan kasih sayang orang-orang di rumah tercinta.
……………
Kurang dari 24 jam
Melody berada di sarangnya, sungguh waktu yang sangat cepat berlalu seperti
suara lirih yang ditelan angin. Melody berangkat kembali ke tempat menimba
ilmu, di kota yang dipenuhi orang-orang dengan topeng yang sangat telihat
menyebalkan. Ia menyebutnya dunia nyata.
Tapi semangatnya harus mengalahkan keengganannya menghadapi manusia-manusia
itu. Ia hanya tak ingin mengecewakan orang yang sangat disayangi, orangtuanya. Begitulah
alasannya setiapkali asa dalam hatinya mulai tumbang.
“Sudah waktunya,
sebentar lagi.” Lirih melody berucap. “bahkan batang hidungnya tak terlihat
sampai sekarang. Sejauh itukah angin membawanya pergi?” lanjutnya.
Melody berangkat
diantar Mamah dan Bapaknya hingga ke tepi jalan. Angkot berwarna kuning, angkutan perbatasan, begitulah yang
tertulis di kanan-kiri tubuh mobil tua itu, membawanya pergi menjauh. Jauh ke
kota yang mayoritas berisi orang-orang sibuk dengan dunianya sendiri, tak
peduli, tak pernah bertegur sapa.
………………
Jalanan yang jelek
sedang ditapaki sang angkot, cocok sekali dengan penampilan berkarat, berdebu,
menggambarkan keprihatinan diantara angkot usang dan jalan yang jelek. Melody
terbawa alunan jeleknya jalanan, kemudian ia tersadar bahwa ia tengah disapa
sawah yang berbaris rapi di sepanjang jalan. Layang-layang merah tetap
melayang-layang di kepalanya, sebenarnya dalam kenyataan telah diterbangkan
angin entah kemana. Akan kah angin berbaik hati bertiup dengan berbalik arah untuk
mengembalikan hal yang pernah menjadi miliknya? Lalu bagaimana keandaan
layang-layang merah selama ini? Apakah terjatuh di kali, lalu hanyut dan
tenggelam? Ataukah tersangkut di pohon yang tinggi hingga membuatnya
tercabik-cabik rantingnya? Apa mungkin ia bersama orang lain yang menganggapnya
berarti? Menyayanginya?
“Aku
berharap, aku berharap, angin akan mengembalikannya walaupun aku tahu anginlah
yang membawanya pergi….” Gumamnya
dalam hati.
……………….
“Inilah
keinginan terdalam, yang paling ku ingini. Aku ingin bersamamu layang-layang
merahku. Dulu kamu membuat hari-hariku merona. Berkata apa yang kamu rasakan
sama denganku. Tapi megapa? Mengapa? Mengapa kau tak turut membawa warna merona
yang kau goreskan di hati? Kau hanya pergi sendiri, membiarkan aku dengan warna
merona yang menimbulkan unek-unek yang setiap detik bertambah banyak.” Begitulah isi lamunan melody hari ini. Walaupun
penumpang angkot hampir penuh, mereka tak berucap dan mungkin terbawa lamunan
masing-masing.
……………….
Melody berhasil
merahasiakannya, melipatnya dengan sangat rapi dan menyimpanya dalam-dalam.
Orangtuanya tak tahu. Gadis kecil mereka sudah merasakannya, cinta. Tapi,
bukankah cinta harusnya membawa bahagia?
………………
Di sawah, hari
bersama dengannya. Orang spesial dalam hati Melody adalah orang yang
menerbangkan layang-layang merah bersamanya. Hanya dia, dia yang selalu hadir
dalam angan dan tak nyata dalam kenyataan. Setiap melody berusaha mengejarnya,
ia pergi dengan angin ke atas sana, ke tepian langit dan menghilang.
Dia, namanya
menimbulkan pobia yang sangat parah bagi Melody. Kerena hanya mendengarnya
jangtungnya jadi salah tingkah, dum-dum-dum begitu detaknya dengan tidak
normal.
Melody yang sedang
bediri menanti layang-layang merah tersentak terkejut.
“aku
mengenalnya, jemarinya yang menutup kelopak mataku. Benarkah?” hati melody berbisik.
Melody segera meraih
jemarinya, membuka mata, dan berbalik.
“benar…..” refleks berperan menggerakan
tangan Melody untuk memeluknya.
Laki-laki itu hanya
tersenyum, senyum paling manis bagi Melody.
“aku menyayangimu….
harusnya benang diantara kita adalah benang terbaik di dunia.” Katanya
kemudian.
“kenapa?”
“agar angin tak mampu
memutuskannya,”
“karena aku masih
ingin dilambungkan dengan cintamu, bersamamu….”
Tangannya membelai
rambut Melody yang terurai panjang.
“jangan pergi
lagi…..” ternyata mata Melody mulai berbicara, air mata membanjiri kebahagiaan
yang ia rasakan sekarang.
“tak akan,” jawabnya.
Terbangun, hal yang
disesalkan Melody karena ia baru saja menyadari, itu semua hanya mimpi. Rasa
sebal tiba-tiba menggumpal, hatinya seakan menyalahkan jalan berlubang yang
membuatnya terjedak jendela yang menjadi sandarannya. Ternyata melody
ketiduran, selembut itukah alunan yang ditumbulkan jalan butut.
Orang itu hanya
ada dalam mimpinya, dalam kenyataan ia
tak pernah hadir. Hanyalah bayangan abstrak yang selalu mengikuti kemanapun
Melody pergi.
…………….
Kenapa?
Kenapa
sesuatu yang dinamakan cinta hadir di antara kita?
Jika
ada benteng nan tinggi menjulang,
Jurang
yang dalam, samudera yang luas,
Atau
kita berada di ujung dunia yang berbeda?
Bukankah
tak akan sampai jika kita melakukan hal yang sama
Diam.
Sekarang
tak ada kata
Tak
ada cerita
Tapi
berat sekali mengapus warna merona itu
Sampai
sekarang sampai warna mulai memudar
Jejakmu
masih tertera.
Seberapa
bahayanya jika kita bersama?
Seburuk
itukah akibatnya?
Tak
pernah habis
Terus
bermunculan pertanyaan, aneh
Hanya
karena satu sebab
Aku
mencintaimu.
………………………