Minggu, 10 Agustus 2014

CERPEN - Cinta Terlarang Sakura (Sasuke)




Panas matahari membangunkannya. Membuatnya kegerahan dengan sinarnya yang menerobos masuk jendela kamarnya. Sakura, gadis itu punya rutinitas khusus setiap jam 1 siang. Dia sudah kecanduan tidur siang. Tidak begitu lama, hanya satu jam setengah ia tidur. Tapi hari ini matahari terik sekali, sampai-sampai dia kepanasan. Hingga dia bangun sebelum waktunya.
Sakura terlihat malas sekali. Dia mengucek-ngucek matanya. Menguap. Dia mulai bangun dan menuju kamar mandi. Cuci muka.
Dia memeriksa hp-nya, kalau-kalau ada pesan masuk.
“tidak ada.” Ucapnya lirih.
Di usianya yang ke-17 harusnya dia dalam masa cantik-cantiknya. Gadis-gadis pada umumnya sudah mulai mengenal cinta dan sedang bahagia-bahagianya oleh cinta. Salah satu tandanya, hp mereka ramai dengan sms juga telepon dari someone special mereka. Tapi Sakura tidak. Dia masih manja kepada mamahnya. Tepatnya dia menutupi kesepian sudut hatinya dengan manja itu.
Sebenarnya Sakura sudah disapa oleh yang namanya cinta. Tapi tidak semua cinta membawa bahagia. Orang itu hanya ada dalam mimpinya.
“hanya di dalam mimpi hal yang tidak mungkin menjadi mungkin. Karena itu kamu hanya ada dalam mimpiku.”gumamnya dalam hati.
…………..
“aku menyukaimu, aku mau kau menyukaiku juga!” ucap Sakura mantap. Entah apa yang mampu membuatnya nekad seperti itu.
“seandainya saja garis darah kita tidak sama.”  Jawabnya.
“tidak bisakah?”
“aku juga menyukaimu, tapi….”
“tapi apa?”
“ini tidak mungkin.”
“…..” Sakura diam.
“kita tidak mungkin bersama.” Jelas orang itu dan kemudian dia melangkah pergi.
…………….
Sejenak Sakura teringat saat itu. Kejadian di saat dia masih smp. Sejak pengakuan itu, hubungan mereka yang hangat menjadi dingin. Awalnya mereka berteman baik. Orang itu terlihat sangat mengagumkan bagi Sakura. Sikapnya, wajahnya, suaranya, semuanya. Sakura menyukai semua yang ada pada orang itu. Dan setelah lulus mereka sekolah di tempat berbeda. Mereka terpisah jauh. Sakura hanya pulang sebulan sekali, orang itu juga. Dan bila ada kesempatan bertemu pun orang itu langsung menghindar.
……………
Sakura membuka pintu depan rumahnya. Semilir angin mengusap kulitnya. Sakura keluar dan memandang langit biru dengan sedikit awan putih.
“cerah sekali.” Ucapnya.
Dia memeriksa jemurannya dan memilih yang sudah kering. Sakura mendengar suara sepeda motor melintasi jalan depan rumahnya.
“hai, sakura.” Sapa orang itu ramah. Kemudian berlalu.
Sakura terbengong-bengong. Dia tak percaya orang yang barusan lewat itu adalah orang itu.
“kenapa tiba-tiba jadi begini? Biasanya dingin sekali.” Sakura bertanya-tanya dalam hatinya.
“bertemu pun seperti tak mau.” Tambahnya.
Setelah selesai dengan jemurannya, Sakura memeriksa hp-nya lagi. Satu pesan masuk, nomor baru.
“Sakura, bagimana kabarmu sekarang? Maaf atas sikapku selama ini. Kamu pasti merasa tak enak, begitu juga aku. Aku ingin memperbaiki hubungan kita. Aku ingin memulai lagi persahabatan kita.
Sasuke.”

“rupanya dia juga sedang berada di sini. Aku tak menyangka.”batin Sakura.
Sepertinya, mereka berdua minggu ini pulang. Sakura dan Sasuke pulang pada minggu yang sama.
“Baiklah.”
Hanya seperti itu Sakura membalas pesan dari Sasuke. Ia tak tahu harus menulis apa lagi. Baginya ini terlalu mendadak.
Hp-nya bergetar lagi. Pesan dari Sasuke.
“Aku ingin bicara denganmu. Di markas kita. Jam 4.”
“Markas itu, …..” pikir Sakura.
Mereka memang punya markas. Tempat mereka belajar bersama, dulu. Markas itu adalah sebuah gubuk di tengah sawah. Tempat itu cukup nyaman untuk belajar dengan hembusan angin yang sejuk. Kipas angin alami, mereka menyebutnya sepeti itu. Bukan hanya mereka berdua saja yang belajar bersama disana, masih ada dua orang lagi.
“jam berapa sekarang?” Sakura bertanya pada dirinya sendiri.
Ternyata sudah jam tiga. Gadis itu menjadi panik. Satu jam lagi dia akan menemui Sasuke. Tentunya dia ingin berpenampilan baik. Dia segera mandi, kemudian memilah pakaian yang dianggap cocok. Dalam benaknya dia ingin terlihat natural tapi istimewa.
Akhirnya selesai juga. Dia memilih mengenakan baju hijau kesayangannya. Dia terlihat manis dengan rambut yang terurai panjang dan dipakaii bando. Sekarang sakura siap untuk menemui Sasuke.
“mah, aku mau ke sawah.” Kata Sakura.
“mau apa ke sawah? Tumben?” Tanya mamah.
“main.” Jawabnya singkat.
Langkahnya seperti tak ada keraguan. Hatinya bahagia. Dia akan bertemu orang yang selama ini hanya ada dalam mimpinya.
“aku akan bicara langsung dengannya.” Pikirnya.
Senyum mengembang di wajahnya. Dia merasa jantungnya berdetak tidak normal. Lama Sakura tak merasa deg-degan seperti ini. Ketika sampai di tepi sawah, terlihat markasnya di tengah sawah. Orang itu belum datang.
“bagaimana bisa, dia yang membuat janji malah belum datang? Mungkin dia sedikit telat.”
Sakura melanjutkan langkahnya menuju gubuk itu. Ia menyusuri jalan yang disebut galengan dengan hati-hati. Tiba disana ia duduk dan menunggu. Ia memandangi sawah disekelilingnya. Hijau, daun padinya bergoyang-goyang ditiup angin. Rambut sakura yang terurai pun indah ditiup angin.
Tak terasa cukup lama ia menunggu. Orang yang ia tunggu tak juga datang. Sampai langit mulai berwarna jingga. Matahari seperti mulai tenggelam ke dalam sawah. Orang itu belum juga datang.
“benarkah dia tak datang? Jahat sekali. Dia bilang ingin bicara, denganku, disini. Tapi, ….” Sakura bicara sendiri.
“Sakura, ya ampun. Bodoh sekali kamu. Mana mungkin dia berani menemuimu.” Tambahnya.
“sudahlah, aku pulang saja.”
Ketika hendak melangkahkan kaki untuk pulang, Sakura melihat orang yang ia tunggu berlari menyusuri petak-petak sawah. Orang itu berlari menghampirinya. Sakura menghela napas dan kembali duduk. Orang itu pun sampai di hadapan Sakura.
“ma-maafkan aku, Sakura.” Kata Sasuke dengan sedikit ngos-ngosan.
“…..” Sakura hanya diam.
“jangan marah dong! Maaf, aku telat. Aku harus mengantar Ibuku ke dokter. Maagnya kambuh.” Sasuke mencoba untuk menjelaskan.
“jelas telatlah….” Batin Sakura. “lalu sekarang bagaimana keadaan Ibumu?”
“sekarang sudah lebih baik, Ibu harus istirahat untuk beberapa hari.”
Sakura mengangguk-angguk. Ia terlihat imut, Sasuke pun mengusap-usap rambut Sakura seperti anak kecil. Sasuke tersenyum.
“aku harap hatimu juga aku siap dengan semua ini.” Sasuke memulai.
“ya, aku harap.”
“karena garis darah, kita tak mungkin bersama dengan ikatan seperti itu. Tapi kita masih bisa berteman baik. Aku menjadi kakakmu dan kamu menjadi adikku.”
Mereka terdiam sejenak. Mata mereka saling menatap. Tak terasa mata Sakura juga mulai berbicara. Air matanya jatuh. Sakura menangis.
“meski tak semudah bila diucapkan. Coba jalani saja.”
“baik, akan aku coba.” Jawab Sakura. Ia menghapus air matanya sendiri.
“mana kelingkingmu?”
Merekapun menyilangkan kelingking.
“sudah sore. Ayo kita pulang!” ajak Sasuke.

Mereka pulang bersama melewati setiap petak sawah. Sakura memandang punggung orang itu. Ia berjalan di belakangnya. Matahari tersenyum simpul meski seperti hendak tenggelam ke sawah. Suara kodok bersahut-sahutan mengiringi langkah mereka pulang.

Apa yang Ingin Aku Ceritakan 2

Berakhir atau belum aku tak tahu. Kisahku, karena aku juga tak tahu apakah kamu masih mau terlibat di dalamnya. Sampai detik ini aku masih menyangkal bahwa kisah ini terlarang. Aku belum bisa menerima kenyataan pahit ini. Sakit rasanya. Harusnya aku sudah terbiasa. Tapi mengapa? Mengapa masih saja terasa sakit?
Sebenarnya, aku bisa dibilang cukup beruntung. Hahaha, beruntung apanya? Ya, jika saja kamu bersikap sama sepertiku yang terus menyangkal kenyataan ini. Pasti akan lebih sulit. Namun, masalahnya ada pada diriku saja yang tak mau menerima. Aku mencoba menerima, aku sakit. Aku merasa tidak terima, aku sakit. Aku diam pun, aku tetap sakit.
Beberapa waktu lalu, aku merasa dekat sekali denganmu. Aku bisa mendengar suaramu. Bahagianya. Dan sekarang jalan menujumu buntu kembali, semuanya. Aku hanya bisa mendengar kabarmu dari orang lain. Sakit. Karena ada yang lebih tahu tentang dirimu daripada aku. Kenapa kau tak mau bercerita langsung padaku? Kenapa bukan aku yang kau ajak bercerita? Aku marah. Tapi bagaimana aku marah?
Jika kau membuang kartu itu atau bahkan mematahkannya. Tega sekali kamu! Jika kau tak ingin mempertahankan kartu itu, berati aku tak berarti. Jelas. So’ berarti berarti banget aku buat kamu. Sedihnya. Sesedih apapun aku, sesakit apapun aku, kamu gak peduli.
“Biarkan saja mengalir seperti air”. Namun, bukankah hanya ikan mati saja yang hanyut mengikuti aliran air. Ada air terjun pun ikan mati tetap ikut terjun. Sedangkan ikan hidup, akan melawan arus. Terus aku harus menjadi ikan mati yang menerima saja kemana arus akan mengalir bahkan ke air terjum sekalipun hah?
Aku ingin berakhir bahagia, bersamamu ataupun tidak. Tapi bagaimana bisa? Benarkah ini jalan yang terbaik? Jika keputusanmu bulat, maka lihatlah keputusanku yang ku buat segitiga. Aku tak mau memaksamu lagi untuk mengikuti keputusanku. Walau sebenarnya aku sangat ingin memaksamu. Terserah. Sudah cukup.
Aku benar-benar bertekad. Tapi tidak kali ini saja aku pernah bertekad seperti ini. Tak pernah bertahan lama, dan akhirnya aku kembali lagi. Aku tak tahu, tekadku yang sekarang akan bertahan lama atau tidak.
Mungkin bagimu, aku adalah orang terbodoh. Aku rela seperti ini lama sekali. Tapi kamu juga harus tahu, kalau orang terbodoh ini sangat menyukaimu. Tak ada manusia lain yang menyukaimu seperti aku. Aku berharap kelak kamu akan menyesal. Karena kamu tak mau mencoba bertahan denganku. Ingat itu!!
Kamu sudah mengambil separuh hatiku. Ingin aku berikan separuhnya lagi untukmu. Agar aku tak merasakan lagi menyukaimu, aku tak punya hati. Dan kelak aku akan menemukan seseorang yang rela memberikan seluruh hatinya untukku. Agar aku menyukainya. Kemudian aku dan dia akan saling menyukai dan memahami. Walaupun dengan satu hati. Hati itu akan menjadi milik kami.

Setidaknya jika memang tidak bisa mersama, berpisahlah baik-baik denganku. Tidak dengan seperti ini. Rasanya seperti diberi harapan kosong. Jahat sekali. Ingin sekali aku ngomel panjang lebar di hadapanmu. Tapi bagaimana bisa? Aku hanya bisa menulisnya disini. 

Rabu, 16 Juli 2014

Layang-layang merah

Sebenarnya cerpen ini aku buat hampir setahun yang lalu. Tentunya aku buat untuk sasukeku tersayang. Cerpen ini adalah hadiah ulang tahun untuknya. Aku sangat menyukainya, sangat sangat sangat sangaaaat menyukainya. Bacalah dan hayati setiap katanya!!!!

Selalu menyempatkan waktu datang ke tempat itu. Tempat padi yang berkecambah hingga layak untuk dipanen.
“ ma… aku pergi ke sawah.” Ujar Melody dengan ceria.
Tempat yang penuh lumpur itu adalah tempat yang telah dibasahi keringat orang tuanya selama bertahun-tahun. Semenjak menginjak jenjang SMA, perilakunya semakin manja. Tak heran bila sekolahnya berada di tempat yang jauh dan membuatnya jarang pulang.
Sawah, tempat yang memiliki sejarah yang indah. Bukankah kau akan mengingatnya jika kau menganggapnya berarti? Karenanya hal kecil menjadi besar.
Berdiri di sana lagi, di bawah pohon kelapa. Melody mencoba mengulang kejadian itu lagi. Menatap langit, merasakan angin yang menerpa tubuhnya, berharap harapan yang menjulang setinggi gunung terbawa terbang. Tentu akan membuat perasaannya ringan. Tapi tak pernah terjadi.
            “sebenarnya aku tahu, aku mengerti, layang-layang merah benangnya telah putus dan tebawa angin ke seberang sana. Tak akan kembali………..” ucapnya lirih pada angin, angin yang membawanya pergi menjauh darinya. Sebenarnya dalam hatinya menangis, sedangkan gadis itu berdiri terpaku di tepi sawah.
            Sampai merasa puas menerbangkan angan-angannya ke langit demi menyusul sang layang-layang merah, melody beranjak pergi dengan kaki yang terasa berat. Pulang ke rumah, tempat yang hangat yang melindunginya dari dingin yang disebabkan oleh angin dan sikap mereka yang bisa disebut orang yang so’ tau dan selalu bersikap dingin. Hingga membekukan hatinya. Namun melody masih sanggup bertahan hidup dengan kehangatan kasih sayang orang-orang di rumah tercinta.

……………

Kurang dari 24 jam Melody berada di sarangnya, sungguh waktu yang sangat cepat berlalu seperti suara lirih yang ditelan angin. Melody berangkat kembali ke tempat menimba ilmu, di kota yang dipenuhi orang-orang dengan topeng yang sangat telihat menyebalkan. Ia menyebutnya dunia nyata. Tapi semangatnya harus mengalahkan keengganannya menghadapi manusia-manusia itu. Ia hanya tak ingin mengecewakan orang yang sangat disayangi, orangtuanya. Begitulah alasannya setiapkali asa dalam hatinya mulai tumbang.
“Sudah waktunya, sebentar lagi.” Lirih melody berucap. “bahkan batang hidungnya tak terlihat sampai sekarang. Sejauh itukah angin membawanya pergi?” lanjutnya.
Melody berangkat diantar Mamah dan Bapaknya hingga ke tepi jalan. Angkot berwarna kuning, angkutan perbatasan, begitulah yang tertulis di kanan-kiri tubuh mobil tua itu, membawanya pergi menjauh. Jauh ke kota yang mayoritas berisi orang-orang sibuk dengan dunianya sendiri, tak peduli, tak pernah bertegur sapa.

………………

Jalanan yang jelek sedang ditapaki sang angkot, cocok sekali dengan penampilan berkarat, berdebu, menggambarkan keprihatinan diantara angkot usang dan jalan yang jelek. Melody terbawa alunan jeleknya jalanan, kemudian ia tersadar bahwa ia tengah disapa sawah yang berbaris rapi di sepanjang jalan. Layang-layang merah tetap melayang-layang di kepalanya, sebenarnya dalam kenyataan telah diterbangkan angin entah kemana. Akan kah angin berbaik hati bertiup dengan berbalik arah untuk mengembalikan hal yang pernah menjadi miliknya? Lalu bagaimana keandaan layang-layang merah selama ini? Apakah terjatuh di kali, lalu hanyut dan tenggelam? Ataukah tersangkut di pohon yang tinggi hingga membuatnya tercabik-cabik rantingnya? Apa mungkin ia bersama orang lain yang menganggapnya berarti? Menyayanginya?
“Aku berharap, aku berharap, angin akan mengembalikannya walaupun aku tahu anginlah yang membawanya pergi….” Gumamnya dalam hati.

……………….

“Inilah keinginan terdalam, yang paling ku ingini. Aku ingin bersamamu layang-layang merahku. Dulu kamu membuat hari-hariku merona. Berkata apa yang kamu rasakan sama denganku. Tapi megapa? Mengapa? Mengapa kau tak turut membawa warna merona yang kau goreskan di hati? Kau hanya pergi sendiri, membiarkan aku dengan warna merona yang menimbulkan unek-unek yang setiap detik bertambah banyak.”  Begitulah isi lamunan melody hari ini. Walaupun penumpang angkot hampir penuh, mereka tak berucap dan mungkin terbawa lamunan masing-masing.

……………….

Melody berhasil merahasiakannya, melipatnya dengan sangat rapi dan menyimpanya dalam-dalam. Orangtuanya tak tahu. Gadis kecil mereka sudah merasakannya, cinta. Tapi, bukankah cinta harusnya membawa bahagia?

………………

Di sawah, hari bersama dengannya. Orang spesial dalam hati Melody adalah orang yang menerbangkan layang-layang merah bersamanya. Hanya dia, dia yang selalu hadir dalam angan dan tak nyata dalam kenyataan. Setiap melody berusaha mengejarnya, ia pergi dengan angin ke atas sana, ke tepian langit dan menghilang.
Dia, namanya menimbulkan pobia yang sangat parah bagi Melody. Kerena hanya mendengarnya jangtungnya jadi salah tingkah, dum-dum-dum begitu detaknya dengan tidak normal.
Melody yang sedang bediri menanti layang-layang merah tersentak terkejut.
“aku mengenalnya, jemarinya yang menutup kelopak mataku. Benarkah?” hati melody berbisik.
Melody segera meraih jemarinya, membuka mata, dan berbalik.
“benar…..” refleks berperan menggerakan tangan Melody untuk memeluknya.
Laki-laki itu hanya tersenyum, senyum paling manis bagi Melody.
“aku menyayangimu…. harusnya benang diantara kita adalah benang terbaik di dunia.” Katanya kemudian.
“kenapa?”
“agar angin tak mampu memutuskannya,”
“karena aku masih ingin dilambungkan dengan cintamu, bersamamu….”
Tangannya membelai rambut Melody yang terurai panjang.
“jangan pergi lagi…..” ternyata mata Melody mulai berbicara, air mata membanjiri kebahagiaan yang ia rasakan sekarang.
“tak akan,” jawabnya.
Terbangun, hal yang disesalkan Melody karena ia baru saja menyadari, itu semua hanya mimpi. Rasa sebal tiba-tiba menggumpal, hatinya seakan menyalahkan jalan berlubang yang membuatnya terjedak jendela yang menjadi sandarannya. Ternyata melody ketiduran, selembut itukah alunan yang ditumbulkan jalan butut.
Orang itu hanya ada  dalam mimpinya, dalam kenyataan ia tak pernah hadir. Hanyalah bayangan abstrak yang selalu mengikuti kemanapun Melody pergi.

…………….

Kenapa?
Kenapa sesuatu yang dinamakan cinta hadir di antara kita?
Jika ada benteng nan tinggi menjulang,
Jurang yang dalam, samudera yang luas,
Atau kita berada di ujung dunia yang berbeda?
Bukankah tak akan sampai jika kita melakukan hal yang sama
Diam.
Sekarang tak ada kata
Tak ada cerita
Tapi berat sekali mengapus warna merona itu
Sampai sekarang sampai warna mulai memudar
Jejakmu masih tertera.
Seberapa bahayanya jika kita bersama?
Seburuk itukah akibatnya?
Tak pernah habis
Terus bermunculan pertanyaan, aneh
Hanya karena satu sebab
Aku mencintaimu.

………………………

Senin, 14 Juli 2014

apa yang ingin aku ceritakan

Okeh, aku akan mulai bercerita. Jangan protes! Karena ini mengenai "apa yang ingin aku ceritakan". Sebelumnya terimakasih karena sudah meluangkan waktu untuk membaca.

Alhamdulillah, sekarang aku sudah lulus dari SMAN 2 Ciamis. Sekarang aku sedang menikmati libur panjang. Aku mulai masuk kuliah bulan september nanti. Universitas Galuh, ya aku sudah terdaftar sebagai mahasiswa disana. Aku memilih prodi matematika di FKIP. Karena aku ingin menjadi anak yang patuh kepada orang tua, aku menuruti keinginan mereka. Aku berharap keputusan yang kuambil ini benar, dan kelak aku bisa membanggakan mama-bapakku.

Aku ingin menemukan dunia yang indah dan damai. Orang yang akan menjadi duniaku nanti, aku ingin dia juga mau menerima orang-orang yang aku sayang. Aku ingin dia mau menerima mereka untuk tinggal di duniaku yang indah dan damai. Aku mengharapkan kehidupan yang bahagia seperti manusia lain.

Bagi mereka yang berada di kehidupanku dengan topengnya, aku tak tahu pasti tapi aku bisa merasakannya. Semoga dengan berjalannya waktu mereka bisa tulus. Karena aku rasa akupun tulus.

Untuk kenyataan yang bagi sebagian diriku masih menyakitkan. Jelas aku punya banyak harapan yang menuntut kenyataan itu berubah menjadi bahagia untukku, entah bagi yang lain. Aku rasa, masih egois, belum berpikir dewasa. Dan aku akan terus belajar untuk menjadi dewasa, mandiri, dan mampu bersahabat dengan dunia.

Sepertinya kehidupanku cukup rumit. Kapan-kapan lagi aku akan bercerita. Maaf jika ada sesuatu yang tidak berkenan. Terimakasih ^^